[K-LYRIC] Tiffany SNSD – Because It’s You (OST Love Rain) ~ with Indonesian translation

song…

Posted in Uncategorized | Leave a comment

ujub dan sabar

SABAR

  1. A.    Defenisi sabar

Ash-Shabr (sabar) secara etimologi diartikan al-habsu (menahan). Dalam bahasa arab dikatakan shabartu fulanan , artinaya adalah: aku menahannya. Sedangkan, kata shabara yashburu dalam kata kerja sekarang dan masa depan bermakna : menanggung. Menurut versi yang lain kata shabara mempunyai tiga arti utama: menahan, kekuatan dan mengumpulkan.[1]

Secara terminologi kata sabar diartikan menerima segala cobaan dengan tenang dan tabah atau berusaha untuk bersikap layaknya orang yang tidak diterpa apa-apa ketika sedang di timpa kesusahan. Tidak sedikitpun ada keluhan terlontar dari mulutnya.

Menurut al-Ghazali, yang dinamakan “sabar” adalah meninggalkan segala macam kegiatan atau pekerjaan yang dikerjakan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian agama yang mungkin bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata-mata karena menghendaki kebahagian dunia dan akhirat[2]. Menurut ‘Amar bin ‘Ustman al-Makki berkata: “Sabar adalah sikap tegar dalam menghadapi ketentuan Allah dan orang yang sabar, menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada”

 

  1. A.    Dalil-dalil disyariatkan sabar

 

  1. Dalil dari Al-Qur’an

 

Banyak sekali ayat dari Al-Qur’an yang mebicarakan tentang sabar. Allah menciptakan makhluknya untuk memberikan cobaan dan ujian, lalu menuntut konsekuensi kesenangan yaitu bersyukur dan konsekuensi dari kesusahan yaitu bersabar. Al Imam Ahmad Bin Hambal r.a menyatakan bahwa lafazh Ash-Shabru dalam Al-Qur’an disebutkan dalam sembilan puluh tempat (ayat). Hal ini menunjukkan sabar memiliki kedudukan tinggi dan mulia dalam agama islam. Oleh karena itu, Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa sabar adalah setengah dari keimanan dan setengahnya lagi syukur.

Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kesabaran adalah :

 

  • Q.S Al-Baqarah :45-46.

 وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45) الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (46) يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

 

 “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.

  • Q.S Az-Zumar : 10.

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

  • Q.S Muhammad : 31

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

 

Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.

 

  1. Dalil dari as-sunnah

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ يَعْنِي ابْنَ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَ

 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Al Abdi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Tsabit ia berkata, saya mendengar Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kesabaran itu letaknya pada goncangan yang pertama.” (H.R Muslim : 1534)

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي النَّضْرِ السَّلَمِيِّ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمُوتُ لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ فَيَحْتَسِبُهُمْ إِلَّا كَانُوا لَهُ جُنَّةً مِنْ النَّارِ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْ اثْنَانِ قَالَ أَوْ اثْنَانِ

Telah menceritakan kepadaku Malik dari Muhammad bin Abu Bakar bin ‘Amru bin Hazm dari Bapaknya dari Abu Nadlr As Salami, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim ditinggal mati oleh tiga orang anaknya, lalu ia bersabar dan mengharap pahala kecuali mereka akan menjadi tameng dari api neraka.” Lalu seorang wanita yang ada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau dua?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab; “Begitu juga kalau dua.” (H.R Malik : 496).

 

  1. B.     Macam-macam sabar

Dalam kitab Futuh Al-Ghaibi, Syaikh ‘Abd Abbas Al-Qadir  mengatakan bahwasanya seorang hamba harus bersabar dalam mengerjakan perintah, menjauhi segala larangan dan menerima semua takdir Allah SWT.[3]

  1. 1.      Sabar Dalam Menjalankan Perintah-Perintah Allah.

Sebagai orang Islam kita memang mempunyai kewajiban menjalankan perintah-perintah Allah. Kita harus sadar bahwa di dalam setiap kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepada hamba-hamba-Nya terdapat hikmah yang baik bagi diri sendiri ataupun bagi orang lain. Oleh karena itu, jika kita menjalankan segala apapun perintah-perintah Allah dengan sabar maka kita dapat merasakan nikmat sabar itu sendiri dan setiap ibadah yang kita lakukan akan terasa lebih indah. Sabar dan taat dalam menjalankan perintah Allah terdapat dalam firman-Nya:

 

Q.S. Al-Insan : 23-24

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا (23) فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.

Ayat-ayat ini menjelaskan tentang sabar dalam melaksanakan perintah-perintah, karena seseungguhnya Al-Quran itu turub kepadanya agar beliau (Rasulullah) menyampaikannya (kepada manusia), maka jadilah beliau orang yang diperintahkan untuk bersabar dalam melaksanakan ketaatan.

 

  1. 2.      Sabar Dalam Menjauhi Hal-Hal Yang Dilarang Oleh Allah

Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah. Akan tetapi jika kita menjauhi hal-hal yang dilarang Allah dengan berat hati,maka hal tersebut hanya akan menjadi beban bagi diri kita. Kita seharusnya juga sadar bahwa hal apapun yang dilarang Allah pasti hal tersebut membawa akibat buruk bagi kita jika tidak menjauhinya. Dalam hal ini hawa nafsu senantiasa mengajak kita untuk melakukan hal yang buruk, maka hendaklah manusia menyabarkan hawa nafsunya, seperti dusta dan curang dalam muamalat, memakan harta dengan batil, berzina, meminum minuman keras dan dosa besar lainnya. Ini perlu kerja keras dalam menahan hawa nafsu.[4]

 

  1. 3.      Sabar Dalam Menerima Semua Takdir Allah SWT

Manusia hendaknya sabar terhadap takdir Allah yang tidak menyenangkan karena takdir Allah atas makhluk-Nya, ada yang sesuai dengan keinginan, ada juga yang tidak menyenangkan. Takdir yang sesuai dengan keinginan perlu di syukuri, sedangkan takdir yang tidak menyenangkan yakni tidak sesuai dengan apa yang diinginka manusia, seperti ujian uang menimpa diri, harta, keluarga, dan masyarakat. Maka, hendaklah manusia menahan hawa nafsunya dari menampakkan kekecewaan terhadap takdir Allah, baik denagn lisan, hati, taupun anggota badan lainnya.

 

  1. C.    Keutamaan Sabar

Sabar adalah ibadah yang mudah di ucapkan akan tetapi sulit untuk dilakukan. Karena itu Allah memberika ganjaran yang sangat besar bagi orang-orang yang bersabar. Diantara keutamaan orang yang sabar sebagai berikut :

  1. Allah menyukai orang yang punya sifat sabar
  2. Ditulis sebagai kabaikan dan di tinggikan derajatnya
  3. Jalan menuju surga
  4. Dibangunkan rumah di surga yang diberi nama dengan Baitul Hamd (rumah pijian)
  5. Mendapatkan  pertolongan Allah
  6. Mendapatkan shalawat, rahmat, dan petunjuk dari Allah SWT
  7. Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba
  8. Diberikan ganjaran yang tanpa batas
  9. Mendapat ampunan dari Allah
  10. Mendapatkan martabat yang tinggi didalamnya[5]

 

  1. D.    Kiat-kiat sabar

Sabar walaupun sulit dan tidak disukai oleh tabiat manusia, apalagi bila disebabkan kelakuan dan tindakan orang  lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan diwujudkan baik itu bersabar dalam menjalan ketaatan kepada Allah, kesabaran dalam menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah ataupun sabar dalam menghadapi takdir Allah. Berikut sembilan kiat sabar :

 

  1. Ikhlas dan mengharapkan keridhaan Allah dalam bersabar
  2. Bertekad kuat dan motivasi tinggi sehingga dapat bersabar dan semua kesulitan dan kesusahan menjadi mudah baginya
  3. Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah milik Allah dan Dia memberinya kepada orang yang Dia sukai dan menahannya dari Orang yang disukai-Nya juga
  4. Mengetahui tabi’at kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana, sebab manusia memang diciptakan berada dalam susah payah
  5. Menegetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut
  6. Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepada-Nya, karena Allah satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan dan kesabaran
  7. Beriman kepada ketetapan dan  takdir Allah  dengan meyakini semuanya yang terjadi sudah merupakan suratan takdir,  sehingga dapat bersabar menghadapi musibah yang ada
  8. Mengetahui kebaikan dan  manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada dalam larangan[6]

 

 

 

AL-’UJUB

  1. A.    Definisi al-‘Ujub

Menurut al-Jurjani, ‘ujub adalah anggapan seseorang terhadap ketinggian dirinya, padahal ia tidak berhak untuk anggapan itu.[7] Menurut KH. Ahmad Rifa’i, ‘ujub  ialah membanggakan diri dalam batin.[8]

Sedang menurut al-Ghazali, ‘ujub adalah kesombongan yang terjadi di dalam batin seseorang karena menganggap adanya kesempurnaan ilmu, amal, harta, dan lain sebagainya pada dirinya. Jika seseorang takut kesempurnaan tersebut akan lenyap dan dicabut oleh yang berhak (Allah), itu artinya ia tidak bersifat ‘ujub. Kemudian jika ia merasa gembira kerena ia menganggap dan mengakui bahwa kesempurnaan tersebut sebagai nikmat Allah dan karunia-Nya, maka berarti ia tidak bersifat ‘ujub. Akan tetapi sebaliknya, jika ia menganggap bahwa kesempurnaan itu sebagai sifat dirinya sendiri tanpa memikirkan tentang kemungkinan kesempurnaan tersebut akan lenyap, dan tanpa memikirkan siapa pemberi kesempurnaan tersebut (Allah), maka inilah yang dimaksud dengan ‘ujub.[9]

            At-Tustari mengatakan, penyebab daripada penderitaan adalah ‘ujub, karena dengan ‘ujub itu manusia menunjukkan ketidak-perluan dirinya kepada Allah. Hanya orang-orang yang jujur dan mempunyai niat yang ikhlas sajalah yang dapat membersihkan dirinya dari perasaan ‘ujub, takabur, dan mengaku bahwa dirinya sebagai orang yang tinggi.[10]

            ‘Ujub bersumber dari takabbur. Karena itu, hal-hal yang terdapat pada takabbur akan terdapat pula pada sifat ‘ujub.[11]

            Pendapat KH. Ahmad Rifa’i di atas sejalan dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh al-Bazzar, Ibn Hibban, dan al-Baihaqi dari Anas:

لو لم تذنبوا الخشيات عليكم ما هواكبر من ذلك العجب العجب

Seandainya kamu tidak melakukan dosa, niscaya aku (Nabi) mengkhawatirkanmu melakukan dosa yang lebih besar dari ‘ujub yaitu ‘ujub.”

            Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa ‘ujub merupakan perbuatan dosa yang sangat berbahaya karena seseorang sering tidak sadar melakukannya. Dengan perkataan lain, ‘ujub merupakan perbuatan dosa yang sangat halus karena ia tidak nampak oleh mata, yang tahu hanya Allah dan diri pelakunya. Jika diperbandingkan antara dosa ‘ujub dan dosa-dosa lainnya yang nampak oleh mata seperti menyembah berhala (syirik), durhaka kepada orang tua, melakukan saksi palsu, dan berbuat zina, maka dosa ‘ujub lebih berbahaya. [12]

  1. B.     Macam-macam al-‘Ujub[13]
  2. ‘Ujub dengan keindahan badannya, kesehatannya, kekuatannya, dan lain sebagainya. Firman Allah Swt.: QS. An-Najm: 32.

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

 “(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”

  1. ‘Ujub dengan akal dan kecerdikan serta dengan kepandaian yang dimiliki, dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan baik yang menyangkut permasalahan dunia maupun keagamaan.
  2. ‘Ujub karena mempunyai keturunan yang mulia. Dikatakan dalam sya’ir:

الشرف بالادب لا بالنسب

            “Kemuliaan itu berdasarkan akhlak bukan karena keturunan.”

  1. ‘Ujub dengan silsilah raja yang zalim.
  2. ‘Ujub karena banyak memiliki anak, pembantu, keluarga, teman, penolong, pengikut, dan lain sebagainya. Firman Allah SWT.: QS. At-Taubah: 25.

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25)

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.

  1. ‘Ujub karena harta.

            Perasaan ‘ujub bisa terjadi karena factor intern maupun extern. [14] factor intern berada di dalam pilihan seorang hamba, seperti ‘ujub karena ibadah, bersedekah, berpolitik, dan lain sebagainya. Sedang factor extern berada di luar pilihan seorang hamba yang disebabkan oleh kemampuan dan kekuatan yang dimiliki, kesehatan, akal, dan kehendak, dan lain sebagainya sehingga banyaklah pujian yang datang pada orang tersebut yang kemudian menyebabkan orang tersebut bersifat ‘ujub atas pujian yang datang itu. Dikatakan dalam sebuah sya’ir:

المؤمن اذا مدح استحيا من الله تعالي ان يثني عليه بوصف لا يشهده من نفسه

Ketika seorang mukmin dipuji, ia malu kepada Allah karena ia dipuji dengan sifat yang tidak ia dapati pada dirinya.”[15]

Dari ayat di atas dapat kita pahami, bahwa hanyaa orang-orang mukminlah yang dapat menghindarkan dirinya sendiri dari sifat ‘ujub itu. Orang yang mukmin akan menyadari bahwa tidak ada pujian yang pantas diberikan kecuali kepada-Nya dan menyadari bahwa pujian yang datang kepadanya sebagai alat mengoreksi segala bentuk kelemahan, kekurangan, aib, cela, dan sifat buruk yang dimilikinya.

  1. C.    ‘Ujub dan Sabar dalam Konteks Kekinian

Seiring perkembangan teknologi yang dipelopori oleh modernisasi dan globalisasi, tingkat konsumerisme dan hedonisme masyarakat semakin mewabah. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah terbawa arus. Setiap orang bangga dengan kekonsumerismean dan kehedonismeannya. Bukannya bangga dengan berinovasi, tetapi malah bangga dengan sifat kekonsumerismeannya yang berada pada level teratas. Setiap orang bangga dengan barang yg dimilikinya, entah dari segi kualitas yang dimiliki barang itu, ataupun segi kuantitas barang mahal dan bermerk yang dimiliki. Hal ini dapat menimbulkan sifat ‘ujub di dalam hati seseorang.

            Bukan hanya ‘ujub dengan harta yang dimiliki akibat perkembangan teknologi, tetapi sedikit demi sedikit teknologi tersebut dapat mencuci otak masyarakat. Pada zaman dahulu tingkat keintelektualan seseorang dapat diukur dan dilihat dari kenyataan riilnya. Namun, pada zaman sekarang hal tersebut semakin memudar. Tingkat keintelektualan seseorang kini dipengaruhi oleh sistem-sistem modernisasi. Mereka bangga dengan kecerdasan yang mereka miliki yang didasari pada teknologi bukan pada kenyataan riil yang mereka miliki. Hal ini juga dapat menyebabkan timbulnya sifat ‘ujub. Dan masih banyak lagi hal-hal yang mendorong timbulnya sifat ‘ujub ini yang dilator belakangi oleh bermacam-macam factor di luar batas kemampuan seseorang.

Oleh karena itu, sebagai hamba yang beriman sudah seyogiyanya kita menghindar dari sifat ‘ujub tersebut. Kita dapat menghindari sifat ‘ujub ini dengan selalu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Juga kita seharusnya menyadari bahwa apa yang kita miliki semuanya kepunyaan Allah semata yang nantinya pasti akan kembali pada-Nya dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh-Nya. Dengan begitu, sifat ‘ujub perlahan tapi pasti dapat sedikit demi sedikit terkendalikan.

            Begitupula dengan halnya sabar,  sejauh ini telah banyak terjadi bencana alam. Maka dengan adanya sikap sabar dapat melatih kita untuk melalui segala cobaan yang datang dari yang Maha Kuasa secara tenang dan selalu  mengucapkan lafal istirja’ sebagai tanda bahwa segala sesuatunya hanyalah milik Allah semata.

             

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Akademik, Pokja. Akhlak/Tasawuf. Yokyakrta: pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Juz III. Mesir: Isa Bab al-Halaby

Al-Jauziah, Ibnu Al-Qayyim. Kemulian Sabar Dan Keagungan Syukur Terj. Alaika Salamullah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005.

An-Najar, Amir. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.

‘Athaillah, Ibnu. Al-Hikam. Bandung: Gita Print, 2010.

Sahla, Abu. Pelangi Kesabaran. Jakarta: Gramedia. 2010

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya : Bina Ilmu. 1995

Zaini, Syahminan. Penyakit Rohani dan Pengobatannya. Surabaya: Al-Ikhlas,        1983.

 

 

 

 


[1] Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah,  Kemuliaan Sabar Dan Keagungan Syukur, Terj. Alaika Salamulloh ( Yogyakarta : MITRA PUSTAKA, 2005),  hlm. 2-4

[2] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf ( Surabaya : Bina Ilmu,1995), hlm 68

[3] Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah,  Kemuliaan Sabar Dan Keagungan Syukur, Terj. Alaika Salamulloh  hlm. 40

[4] Abu Sahla,  Pelangi Kesabaran (Jakarta : Gramedia , 2010) , hlm.7

[5] Abu Sahla,  Pelangi Kesabaran, hlm. 160-164

[6] Abu Sahla,  Pelangi Kesabaran, hlm. 176-177

[7] Amir an-Najar, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, hlm. 166.

[8] Pokja Akademik, Akhlak/Tasawuf, hlm. 97.

[9][9] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid III, hlm. 390-391.

[10] Amir an-Najar, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, hlm. 167.

[11] Syahminan Zaini, Penyakit Rohani Dan Obatnya, hlm. 82.

[12] Pokja Akademik, Akhlak/Tasawuf, hlm. 97-98.

[13] Amir an-Najar, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, hlm. 168-169.

[14] Amir an-Najar, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, hlm. 170.

[15] Ibn ‘Athaillah, Terjemah Al-Hikam, Cet. VI, hlm. 168.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

MANTUQ DAN MAFHUM DALAM ILMU USHUL FIQH

read it..!!!

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Pengertian Manthuq dan Mafhum

mata kuliyah ulumul quran

Risalah 'Ilmu - موقع أبي إسحاق العصرى

Syaikh Al ‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullahu berkata :

Hukum-hukum syari’at terkadang disimpulkan dari manthuq-nya, yakni teks dalil yang menunjukkan pada suatu hukum tertentu.

Dan terkadang diambil dari mafhum-nya, yakni (sesuatu yang dipahami dari makna dalil dan bukan dari teksnya-ed) yang menunjukkan pada suatu hukum tertentu.

Dengan mafhummuwafaqoh jika mafhum-nya tersebut hukumnya sama dengan manthuq-nya atau lebih tinggi lagi.

Atau dengan mafhum mukholafah jika hukum mafhum-nya berlawanan dengan manthuq-nya. Bisa jadi karena manthuq dalil disifati dengan sifat tertentu atau diberi syarat dengan syarat tertentu lalu mafhum dalil menyelisihi sifat atau syarat yang ada pada manthuq sehingga hukum keduanya menjadi berbeda atau berlawanan.

View original post 1,044 more words

Posted in Uncategorized | Leave a comment

BAHAYA SIFAT ‘UJUB

sifat ujub hendaknya di jauhi dari kehudupan kita,,,karena menimbulkan beberapa dampak negatif,,sebagaimana yang di kemukakan dalam blog ini

erniheryani

Raja Fir’aun dikenal sebagai penguasa yang kejam, membanggakan dirinya dengan harta yang berlimpah dan kekuasaaan yang ia dapatkan. Sehingga ia merasa agung, bertindak semena-mena bahkan mengklaim bahwa dirinya adalah Tuhan. Karena sikap ‘ujub yang ia miliki telah menutup mata dan hatinya, Allah menimpakan suatu pelajaran dengan menghancurkan  kerajaan dan harta Fir’aun beserta Fir’aun yang terkubur di dalamnya

View original post 303 more words

Posted in Uncategorized | Leave a comment

aplikasi ilmu jarh wa ta’dil

Nama  : Juliana Sari

NIM    : 12531162

 

Contoh  Pembahasan Rawi Dari Satu Kitab Al-Jarh Wa Ta’dil

Dalam menentukan apakah riwayatnya diterima ( bersifat positif/al-‘adl) atau ditolak (bersifat negatif/al-jarh), kita dapat memepelajari beberapa kitab yang  memuat penjelasan tentang ditolak atau di terimanya suatu periwayatan tersebut. Beberapa kitab yang dapat digunakan  diantaranya Ma’rifat Rijal,Adh-Dhuafa,Adh-Dhuafa Wa Almatrukin,Al-Jarh Wa At-Ta’dil.Dan Tahdzib At-Tahdzib. Namun, dalam contoh pembahsan ini akan dijelaskan diterima atau ditolaknya perawi dari satu kitab yaitu kitab Tahzhib At-Tahdzib.[1]

 Tahdzib At-Tahdzib merupakan karya Syihab ad-Din Abi al-Fadl Ahmad ibn ‘Ali Ibn Hajar al-’Asqalani, lahir di Mesir 12 Sya’ban 773 H dan wafat tahun 852 H. Sejak kecil Ibn Hajar telah piatu dan diasuh oleh ayahnya yang juga merupakan ahli fiqih, bahasa dan qira’ah. Selain itu Ibn Hajar juga  mampu menghafal al-Qur’an dengan sempurna sejak umur 9 tahun. Tahdzib al-Tahdzib merupakan karya Ibn Hajar yang berupaya meringkas dan menyempurnakan kitab Tahdzib al-Kamal karya al-Mizzi yang oleh Ibn Hajar dianggap terlalu panjang dan bertele-tele. Adapun contoh pembahsan rawi dari kitab Tahdzib At-Tahdzib sebagai berikut:

A. Harun Bin Ibrahim

a.   Nama lengkapnya: Harun Bin Ibrahim Al-Ahwazi Abu Muhammad Al-Bashri.

b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadist. Guru-gurunya antara lain: Muhammad Bin sirrin, Qotadah, Farazdiq, Jarir. Murid-muridnya antara lain: Ibnu Mubarok, Waqi’, Hammad bin Mas’adah,  Zaid bin Hubab, Al-Waaqidi, Abu Naim,  Abu ‘Asim.

c.   Pernyataan para kritikus hadist tentang dirinya:

(1) Abu Mu’in   : Harun Bin Ibrahim tsiqoh

(2) Abu Hatim   : orang yang tidak cacat

(3) Ibnu Hibban : Terpercaya

 

B. Harun Bin Ishaq

            a. Nama lengkapnya: Harun bin Ishaq Bin Mohammad bin Malik Bin Zabid Hamdani Abu al-Qasim Al-Kufi Al-Hafiz.

            b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadist. Guru-grunya antara lain: Ayahnya, Hafs Bin Ghias, Ibnu ‘Uyainah, Al-Muharibi, Mu’tamir Bin  sulaiman, Abi Khalid Al-Ahmar, Abduh Bin Sulaiman, Ibnu Abi Fudaik, Qudamah Bin Muhammad Al-khosyarimi, Ibnu Fudhail, Waki’, Yahya Bin Muhammad Al-Jari, Abdu Rozaq. Murid-muridnya antara lain: Al-Bukahri, At-Tarmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah,  Musa Bin Harun, Abu Bakar Al-Astram, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ahmad Bin Harun Al-Bardiji, Ibnu Waroh, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Bajir, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Daud, Badri Bin Haitsam Al-Qodi, Ibnu Abi Hatim, Husain Bin Isma’il Al-Muhamali.

           

 

c. pernyataan para kritikus hadist tentang dirinya.

            (1) Abu Hatim : Harun Bin Ishaq saduq

            (2) Ali  Bin Husain Bin Junaid : Adapun Muhammad Bin Abdullah Ibnu Numair        menghormatinya

            (3) An-Nasa’i ; Tsiqoh

            (4) Ibnu Khuzaimah : seorang hamba pilihan Allah

            (5) Ibnu Hibban ; Terpercaya

            (6) Muthayyan : wafatnya tahun 258

            (7) An-Nasa’i   : Dia senang kepada Abu sa’id Al-Asyaj, yang sedikit bicara

C.Harun Bin Isma’il

            a. Nama lengkapnya: Harun bin Ismail Al-Khozaz Abu Hasan Al-Basri

            b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadist.  Guru-grunya antara lain: Ali Bin Mubarok, Hammam Bin Yahya, Qurroh Bin Khalid, Shu’uq Bin Hazni, Abdullah Bin Syamith Bin’Ajlani. Murid-muridnya antara lain: Abu Musa Muhammad Bin Mutsanni, Al-Fallas, Hajjaj Bin Sya’ir, Ishaq Bin Mansur Al-Kusij, Abdullah Bin Munir, Abu Daud Harrani, Abu Al-Azhar, Abdu Bin Hamid, Abu Ishaq Al-Jauzajani, Muhammad Bin Abdul Malik Ad-Daqiqi, Abbas Ad-Dauri.

c.   Pernyataan para kritikus hadist tentang dirinya:

(1) Abu Hatim : jujur, memiliki buku tentang Ali bin Mubarak, dia  adalah pedagang

(2) Abu Daud    : orang yang tidak cacat, cukup mendengarkan Hasan Bin Ali : Tsiqoh

(3) Ibnu Hibban : Terpercaya

(4) Ibnu Abi ‘Ashim : wafat pada tahun 206[2]

           

 

Dalam mengkaji atau menggunakan Tahdzib at-Tahdzib dirasa masih ditemui kesulitan, masih diperlukan kitab-kitab seperti Tarikh ar-Ruwah atau kitab Thabaqah yang urutannya berdasarkan kurun waktu, bukan abjad.

 

 

 

 

 


[1] Mushthalahul Hadits, Fatchur Rahman (Bandung : Al-Ma’arif, 1991), hlm. 279

[2] Tahdzib At-Tahdzib [pdf], Syihab al-Din Abu al-Fadl ahmad Ibn Ali Al-Asqalani (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,1994),hlm. 252

Posted in Uncategorized | Leave a comment

NUZUL AL-QURAN

KRONOLOGI TURUNNYA AL-QURAN

oleh kelompok I

Anifah (12531168)

Juliana sari (12531162)

Nor Istiqomah (12531161)

Nusaibah (12533148)

A. Pengertian Nuzulul Quran

kata Nuzul Al-Quran merupakan gabunagn dari dua kata, yang dalam bahasa arab susunan semacam ini desebut dengan istilah tarkib idhofi dan dalam bahasa indonesia biasa diartikan dengan turunnya al-quran.[1]

Nuzul juga secara etimologi dapat berarti singgah atau tiba ditempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir ini dalam kebiasaan orang arab menurut Abdul Azhim Az-Zarqoni sebagai makna hakiki. Sehingga, kata singgah, mampir, atau tiba umpamanya sering diungkapkan oleh orang arab dalam formulasi seperti seorang penguasa singgah atau tiba disuatu tempat.[2]

Dr. Ahmad Ass-Sayyed Al-Kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf Al-Qosim mengemukakan setidak-tidaknya ada lima makna nuzul yaitu ada dua diantaranya yang telah disebutkan diatas sedangkan dua makna lainnya berarti tertib, teratur, dan perkumpulan. Kemudian yang terakhir kata dapat berarti turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus.[3]

 

 

Menurut az-zarqoni penakwilan kata nuzul ialah dengan kata i’lam yang didasarkan pada beberapa alasan berikut

  1. Al-Quran ialah kalam Allah karena itu sangat terkait dengan dalalah dan pemahaman, maka penakwilan terhadap kata nuzul dengan arti i’lam berarti kembali kepada suatu yang telah diketahui dan dipahami dari apa yang terkait tadi (dalalah dan pemahaman)
  2. Yang diamksud dengan al-quran berada di lauh al-mahfuzh dan dilangit dunia (bait al-izzah) serta didalam hati Nabi Muhammad juga dalam arti bahwasanya Al-Quran itu telah di i’lamkan oleh Allah kepada makhluknya dibumi sesuai dengan kehendak Allah sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran.
  3. Ditafsirkannya lafal inzal, nuzul dengan lafal i’lam dalam konteks ini hanyalah tertuju kepada Al-Quran dengan segala yang dikandungnya[4]    

Kata Nuzul itu sendiri  berasal dari bahasa arab nazala-yanzilu berarti  turun, baik itu secara langsung maupun secara berangsur-angsur. Namun, kadang- kadang kata nuzul itu juga di artikan bergeraknya sesuatu dari atas kebawah, semacam itulah tidak layak diberikan untuk maksud diturunnya Al-Quran oleh Allah. Sesuatu yang bergerak dari atas ke bawah tepat dan lazim di gunakan pada benda atau materi yang memiliki jenis dan berat, sedangkan Al-Quran bukanlah hal yang semacam itu. Jadi, kata nuzul tidak hanya diartikan secara harfiyah[5]

B. Tahap Penurunan Al-Quran

1. Al-Quran diturunkan secara sekaligus

            Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan bahwa Al-Quran itu turun sekaligus dari lauh al-mahfuzh ke bait al-izzah (langit dunia) tepatnya pada malam lailatul qadr agar malaikat menghormati kebesarannya.[6]

       شهر رمضان الذي انزل فيه القران هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان   

Bulan ramadhan, bualn yang didalamnya diturunkan al-quran sebagi petunjuk bagi manusia, dan memberikan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk tersebut serta sebagi penmbela antara yang hak dan yang bathil. ( Al-Baqarah ;185 )

Menurut pendapat ulama jumhur, bahwa lafazh Al-Quran tertulis di lauh mahfudz Lalu dipindahkan dan diturunkan ke bumi, dengan demikian tidak afa lagi lafadz –lafadz Al-Quran di lauh mahfudz.[7]  Sebagaimana dijelaskan berikut ini :

  1. Ke  Lauh al-Mahfudz

   Dalam al-Qur’an disebut : al-Buruj 21-22

Keberadaannya di lauh al-mahfudz adalah dengan cara dan pada waktu yang hanya diketahui oleh Allah swt dan orang yang diperlihatkan kepada keghaibannya. Wujudnya global, bukan rincian.

  1. Ke Baitul Izzah di langit dunia

   Terdapat tiga ayat yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada satu malam, yag disifat bahwa malam itu diberkati, sebagaiman disebutkan dalam QS. AL-Dhukan ayat 3, lalu disebut dalam QS.Al-qadra:1, serta terjadi dalam bulan Romadlon sebagaimana disebutkan dalam dalam QS. Al-Baqarah:185.

Beberapa riwayat yang menegaskan proses turunnya al-Qur’an di Baitul Izzah dari angit dunia di antaranya adalah:

1)            Imam Hakim yang ditakhrij dari Sa’id Ibn Jubair dari Abbas: ( Al-Qur’an dipisahkan dari al-Dzikr, lalu diletakkan di baitul Izzah dari langit dunia, kemudian jibril membawanya turun kepada nabi saw )

2)             Imam al Nasa’i dari ‘Ikrimah dari Ibn Abbas, katanya: ( Al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan sekali kelangit dunia pada malam al-qadr. Kemudian diturunkan kedalam dua puluh tahun ).

  Kemudian beliau membaca firman Allah QS Al-Furqan:33, dan juga dalam QS Al Isara’:106

3)      Imam al-hakim, al-baihaqi dan yang lainnya mentakhrij riwayat melalui mansur dari Sa’id inb Zubair dari ibn abbas, katanya : ( Al-Qur’an diturunkan satu kali secara keseluruhan kelangit dunia, ditempat beredarnya bintang-bintang. Allah juga menurunkannya kepada rasul Nya saw sebagian demi sebagian

Hikmah Nuzul tersebut adalah menunjukkan keagungan persoalan al-quran dan orang yang al-quran itu diturunkan kepadanya, dengan cara memberitahukan kepada bumi langit dan bumi, bahwa ia adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada rasul penutup para rasulumat termulia.

Dengan diturunkannya dua kali : sekali secara keseluruhan dan sekali secra bertahap sedikit demi sedikit. Berbeda dengan kitab-kitab terdahulu yang hanya diturunkan secara keseluruhan sekali saja.

  1. Penurunannya melalui malaikat jibril[8]

Penurunanya yang ketiga yang merupakan tahap terakhir dimana dari penurunan yang ketiga ini tersebar sinar didunia dan hidayah Allah sampai kepada makhluk. Penurunan ini melalui malaikat jibril yang membawanya turun kedalam hati Nabi saw. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam QS. Syu’ara 193-195.

Segala bentuk lafal dan redaksi serta runtutan Al-Quran adalah dari Tuhan, bukan dari rasul saw atau jibril seperti yang diasumsikan banyak ahli. Hal itu  sebagaimana  dinyatakan dalam QS.At-Taubah 6 . jadi seluruh makna, urutan dan redaksinya berasal dari Tuhan. Jibril hanya menceritakan kepada rasul dan mewahyukanya kepada beliau. Demikiaan pula rasul hanya membawa, menghafal, kemudian mempraktekan dan menerapkannya. Didalam al-quran sendiri kita dapat membaca, bahwa l-quran redaksinya bukanlah buatan jibril atu muhammad. Mis dalam An-naml :6, al-a’raf: 203, yunus :15, serta Al-Haqqah: 44-47.

Jadi, ayat-ayat di atas menegaskan bahwa al-Qur’an berikut lafaz-lafaznya merupakan redaksi yang sama persis dari Allah SWT. Tidak ada campur tangan sedidkitpun baik dari Jibril, apalagi dari Nabi Muhammad SAW. Sedangkan hadits qudsi dengan seluruh lafaznya juga dari Allah. Hal itu berdasarkan pendapat yang masyhur. Sedangkan hadits nabawi yang diwahyukan adalah maknanya. Sedangkan yang berkenaan dengn redaksinya adalah dari Nabi SAW sendiri. Hanya saja Al-qur’an mempunyai keistimewaan yaitu kemukjizatan, dinilai ibadah dengan membacanya, dan lain-lain. Sedangkan hadits qudsi dan hadits nabawi tidak memilikinya.

2. Al-Quran diturunkan secara bertahap

Quran turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun: 13 tahun di makkah dan 10 tahun di madinah. Turunnya  al-quran secara  berangsur  meruapakan perbedaan yang mendasar antara Al-Quran dangan kitab-kitab samawi lainnya.

وقران فرقناه لتقراه على الناس على مكث و نزلناه تنزيلا

Dan Al-Quran itu tlah kami turunkan dengan berangsur- angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi ada tiga pendapat yang berbeda tentang cara turunnya Al-Quran”  ( al-isro: 106)

  • Al-quran diturunkan kelangit dunia pada malam lailatul qadar dalam satu jumlah secara keseluruhan, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur dalam qurun waktu 20, 23, atau 25 tahun.
  • Al-quran diturunkan kelangit dunia selama 20  tahun pada malam lailatul qadar, dan ada yang menyebutkan selama 23 tahun pada malam lailatu qadar dan ada yang menyebutkan selama 25 tahun menurut ketetapkan Allah swt. Kemudian diturunkan secara berangsur selama beberapa tahun kepada Rasulullah saw.
  • Al-quran diturunkan dimulai pada lailatul qadr setelah itu al-quran turun secar berangsur2 pada beberapa waktu yan berbeda.

Dan pendapat yang pertama adalah yang paling shahih dan paling masyhur. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Mustadraknya dari Ibn abbas yang berkata sebagai berikut:

Al-quran diturunkan pada malam lailatul qadar kelangit dunia dalam satu jumlah, kemudian diturunkan secra berangsur-angsur dalam kurun waktu 20 ,23, atau 25 tahun.

 

Masa Penurunan Al-Quran

Nuzulul Qur’an dimulai sejak Nabi Muhammad diutus sebagi Rasul hingga berakhir beberapa saat sebelum kewafatan beliau. Jangka waktu itu diperkirakan 20, 23 hingga 25 tahun sesuai dengan perbedaan masa domisili beliau di Makkah setelah terutus, apakah 10, 13 atau 15 tahun. Adapun masa domisili beliau di Madinah disepkati 10 tahun. Tetapi secara lebih detail bahwa domisili beliau di Makkah selama 12 tahun, 5 bulan, 13 hari dari 17 Romadlon tahun 41 dari kelahiran beliau hingga awal Rabi’ul Awal tahun 54 dari tahun kelahiran beliau. Sedangkan masa domisili beliau di Madinah bermula setelah hijrah selam 9 tahun, 9 bulan dan 9 hari sejak awal Rabi’ul Awal tahun 4 dari tahun kelahiran beliau hingga 9 Dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran beliau, bertepatan dengan tahun 10 H. akan tetapi perhitungan tersebut masih belum finah dan masih memerlukan perhitungan ulang yang lebih rasoinable dan argumentatif. Karena perhitungan tersebut mengabaikan perhitungan turunnya wahyu kepada beliau sejak dini, yakni melalui mimpi yang benar dalam 6 bulan yang disebutkan secara tegas di dalam hadits shahih.

Al-Qur’an yang turun kepada Rasul SAW selama kurun waktu 20-25 tahun tersebut diturunkan secara berangsur-angsur. Hal tersebut ditegaskan dalam QS. Al-Isra’:106, diriwayatkan bahwa kaum kafir yahudi dan nasrani amupun kaum musyrik mencela Nabi SAW atas turunnya Al-Qur’an secara berangsur. Mereka mendesak agar Al-Qur’an diturunkan sekali saja. Lalu Allah menurunkan dua ayat tersebut untuk menyanggah mereka. Sanggahan itu menunjukkan dua hal. Pertama, bahwa Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur kepada Nabi SAW. Kedua, kitab-kitab samawi sebelumnya turun sekali saja secara keseluruhan.

Alasan pengambilan dua hal itu adalah bahwa A-Qur’an tidak mendustakan dakwaan mereka tentang turunnya kitab-kitab samawi sebelumnya secara keseluruhan sekali turun. Tetapi justru memberikan jawaban kepadamereka dengan menjelaskan hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur. Seandainya turunnya kitab samawi sebelumnya juga secara berangsur seperti Al-Qur’an, tentu Tuhan akan menyanggah mereka dengan mendustakan dakwaan mereka dan dengan menjelaskan bahwa penurunan secara berangsur-angsur merupakan sunnatullah berkenaan engan apa yang dia turunkan kepada Nabi-Nabi sebelumnya.

  1. C.    Hikmah Penurunan Al-Quran Secara Bertahap

 

  • Menabahkan hati Nabi SAW dan menguatkan hatinya
  • Bertahap dalam mendidik umat yang sedang tumbuh, baik dari segi ilmu mupun praktiknya
  • Memudahkan umat Arab menghapalkan Al-Qur’an, yang seperti diketahui merupakn umat yang ummi, alat-alat tulis belum mudah didapatkan dan alat tulis angka. Seandainya Al-Qur’an diturunkan sekali secara keseluruhan tentu mereka tidak akan mampu menghapalnya, memahami, apalagi mengamalkannya.
  • Mengantarkan umat menuju kesempurnaan dalam usaha melenyapkan aqidah-aqidah sesat dan tradisi-tradisi rendah. Hal itu misalnya dengan melepaskan semua itu sedikit demi sedikit karena Al-Qur’an juga diturunkan sedikit demi sedikit.
  • Menabahkan hati kaum mukmin dan mempersenjatai mereka dengan kesabaran dan keyakinan, lantaran kesempatan demi kesempatan dan waktu demi waktu, Al-Qur’an mengisahkan kepada mereka kisah-kisah para Nabi dan Rasul dan janji Allah SWT kepada hamba-hambaNya yang sholeh berupa kemenangan, pahala, kestabilan dan kekuatan.
  • Menanggapi secara cepat setiap peristiwa dan kejadian. Setiap terjadi peristiwa baru, maka Al-Qur’an turun berkenaan dengannya. Allah SWT akan menjelaskan hukum-hukum yang sesuai. Hal tersebut dapat diuraikan dalam beberapa hikmah, antara lain: Pertama, menjawab pertanyaan para penanya ketika mereka mengajukannya kepada rasul SAW, baik pertanyaan itu dimaksudkan untuk mengukuhkan risalah Nabi SAW atau untuk mencari pengetahuan tentang hukum Tuhan. Kedua, menanggapi berbagai kasus dan peristiwa tepat pada waktunya dengan menjelaskan ketentuan Allah SWT sewaktu terjadi. Ketiga, membelalakkan penglihatan kaum muslimin terhadap pelurusan kesalahan-kesalahan mereka dan pengarahan mereka kepada yang benar dalam waktu bersamaan.
  • Menunjukkan sumber Al-Qur’an bahwa ia merupakan Kalamullah semata. Tidak mungkin ia merupakan Kalam Muhammad SAW atau makhluk lainnya.

 

  1. D.    Kesimpulan

Allah menurunkan Al-Quran kepada rasul kita Muhammad untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya Al-quran merupakan peristiwa besar sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya Al-Quran yang pertama kali pada malam lailatul qadr  merupakan pemberitahuan kepada lam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat yang akan kemuliaan mauhammad.

Adapun turunnya al-quran yang kedua kaliya secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turunnya sebelumnya. Rasulullah tidak menerima risalah agung ini sekaligus, dan kaumnya pun tidak puas dengan risalah tersebut karena kesombongan mereka. Oelh karena itu al-quran diturunka secara berangsur-angsuruntuk menguatkan hati rasul dan menghiburnya serta  mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.

 

 

E. Daftar Pustaka

Az-zarkasyi. Al-Burhan fi ‘ulumil  quran. 2004. Beirut : Maktabah ‘ashriyyah

Chirzin, muhammad. Al-Quran dan Ulumul Quran. 1998. Yogyakarta : Dana bhakti prima yasa.

Manna’, Khalil qottan. Pengantar studi al-quran. 2006. Jakarta : Pustaka al-kautsar.

Munawir, fajrul dkk,. Al-Quran . 2005. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN sunan Kalijaga

Shihab, quraish. Membumikan Al-quran. 1992. Bandung : Mizan

Usman. ulumul quran. 2009. Yogyakarta : TERAS

As-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an. 1951. Kairo : Musthafa Al Babi Al Halabi

 

 

 

 

 

 

 

 

 


[1] Usman.ulumul quran ( Yogyakarta: TERAS: 2009), hlm. 37

[2] Muhammad abd azhim az-zarqoni, manahil al-‘irfan fi ‘ulumil quran, halm. 41

[3] Ahmad sayyed al-kumi dan muhammad yusuf al-qosim, ulumul quran, hlm.23

[4] Usman.ulumul quran, hlm. 39-40

[5]Usman.ulumul quran, hlm. 37

[6] Manna kahlilo al-qattan. Studi ilmu-ilmu al-quran, terj. Mudzakir ( yogyakarta : lentera antar nusa  :2012) hlm 144

[7] Muhammad chirzin. Quran dan ulumul quran ( yogyakarta : dana bhakti prima yasa,1998 ), hlm.14.

[8] Zarqani. Hlm 47

Posted in Uncategorized | Leave a comment

cinta rasul

DOKTRIN TENTANG RASUL
MATA KULIAH: HADIS AKIDAH
DOSEN PENGAMPU: DRS. MUHAMMAD YUSUF, M.SI.

OLEH:
SITI TASRIFAH (12531156)
NOR ISTIQOMAH (12531161)
Kelas THA
Jurusan Tafsir Hadist
Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Agama Islam tersebut berintikan ajaran-ajaran yang dikenal dengan rukun iman. Selain itu, agama ini juga mengandung eksistensi samawi bahwa yang patut disembah hanya tuhan yang satu, Allah SWT.
Inti ajaran Islam terkotak-kotak menjadi beberapa permasalahan mulai dari berbagai persepsi tentang Allah dan eksistensinya dalam aplikasi manusia, hingga eksistensi ciptaannya baik yang berwujud nyata maupun yang masih abstrak di pikiran manusia itu sendiri.
Begitu pula dengan persepsi tentang kerasulan. Berbagai persepsi mulai muncul ke permukaan. Persepsi ini muncul ditandai dengan adanya doktrin tentang rasul serta berbagai rumor-rumor lainnya yang dengan mudah mempengaruhi nilai-nilai ajaran agama Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi tentang ridha terhadap Allah?
2. Bagaimana deskripsi doktrin tentang cinta kepada Rasulullah?
3. Bagaimana deskripsi tentang syafa’at Rasulullah?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana deskripsi tentang ridha terhadap Allah.
2. Mengetahui bagaimana deskripsi doktrin tentang cinta kepada Rasulullah.
3. Mengetahui bagaimana deskripsi tentang syafa’at Rasulullah.

Bab II
DESKRIPSI
1. Ridha terhadap Allah
Ridha menurut bahasa adalah menerima kenyataan dengan suka hati. Adapun menurut istilah adalah menerima segala pemberian Allah dan menerima hukum Allah, yakni syariat wajib dilaksanakan dengan ikhlas dan taat serta menjauhi kejahatan maksiat dan menerima terhadap berbagai macam cobaan yang datang dari Allah dan yang ditentukannya (KH. Ahmad Rifa’i).
Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa ridha berarti menerima dengan tulus segala pemberian Allah, hukum-Nya (syari’at Islam), berbagai macam cobaan yang ditakdirkan-Nya, serta melaksanakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan, baik secara lahir maupun batin.
Seorang mukmin harus ridha terhadap segala sesuatu yang ditakdirkan Allah kepada hamba-Nya karena segala sesuatu tersebut merupakan pilihan yang paling utama yang diberikan Allah pada hamba-Nya. Sehingga tanda-tanda orang mukmin yang sah imannya diantaranya adalah orang mukmin yang ridha dalam menerima segala hukum Allah, perintah, larangan, dan janji-Nya. Hal ini sejalan dengan hadis qudsi yang diriwayatkan oleh at-Tabrani dan Ibnu Hibban dari Anas:
“Barang siapa tidak ridha terhadap ketentuan –ketentuan-Ku, tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku dan carilah Tuhan selain Aku”.
2. Cinta kepada Rasulullah
Hadis pendukung:
حديث أَنَس قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ والِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعينَ. أخرجه البخاري في: 2 كتاب الإيمان: 8. باب حب الرسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من الإيمان.
حديث أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاوَةَ الإِيمانِ، أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمّا سِواهُما، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لا يُحِبُّهُ إِلاّ للهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ في الْكُفْرِ كَما يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ .أخرجه البخاري في: 2 كتاب الإيمان: 9 باب حلاوة الإيمان.

Seorang sastrawan Lebanon yang terkenal dengan kata-kata mutiaranya yaitu Kahlil Gibran memberikan devinisi dari cinta yaitu: keindahan sejati yang terletak pada keserasian spiritual. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia ini karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hukum-hukum kemanusiaan dan kenyataan alam tidak mampu menemukan jejaknya. Berbicara masalah hakikat cinta maka dia masuk dalam ruang lingkup sesuatu yang enak dan memang menyenangkan menurut akal. Singkatnya, setiap perkara atau sesuatu yang enak tentu akan disukai orang yang merasakan kelezatannya. Oleh karena itu cinta di pandang relatif dan timbul dari hati seseorang yang dalam, dia tidak bisa direkayasa.
Hakikat cinta dalam Islam adalah bahwa cinta tertinggi kita hanya kepada Allah SWT yang maha segala-galanya, serta kepada Rasul-Nya. Mencintai Rasul berarti senantiasa mengikuti apa yang telah diperintahkan dan apa yang telah dilarang karena apa yang telah dilakukan beliau merupakan wahyu Allah. Hadits dari Said al-Khudri, Rasulullah bersabda:
“ Barangsiapa membaca ‘saya bangga Allah Tuhanku,islam agamaku dan Muhammad nabiku maka ia akan dimasukkan kedalam surga.”( HR. Ibnu Daud )
Mencintai Rasulullah merupakan sebuah perintah karena dengan mencintai beliau maka hati kita akan terpaut dengan kepribadian Beliau, kita akan mencari tahu tentang bagaimana kehidupan Beliau, bagaimana akhlak Beliau dan lain sebagainya sehingga kita akan lebih mudah meniru jejak langkah Beliau. Banyak manfaat tatkala kita sudah menumbuhkan rasa cinta mendalam kepada Rasulullah SAW, diantaranya kelak kita akan mendapatkan syafaat Beliau biidznillah.
Pada satu sisi, membaca shalawat merupakan bentuk dari cinta kepada Rasulullah SAW karena Allah telah memerintahkan kita agar selalu bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW atas kesucian dan kemulian Beliau. Bentuk lain mencintai Rasulullah SAW adalah dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mencintai keluarga Nabi SAW.
b. Mencintai sunnah-sunnah Nabi SAW.
c. Mencintai al-Quran.
Aplikasi lain mencintai Rasulullah SAW adalah dengan mencontoh sikap dan teladan hasanah beliau seperti bersikap jujur, amanah, toleransi, rendah hati maupun yang lainnya. Dan sebagai umat islam hendaklah kita mencontoh dakwah Beliau dan terus berjuang untuk menegakkan syiar islam.
3. Syafa’at Rasulullah
Secara etimonologi kata syafaat berasal dari kata: syafa’a-yasyfa’u-syafā’atan berarti genap, lawan dari kata witr yang berarti ganjil, menambah, menyertakan, menduduki, menengahi, campurtangan, pembelaan, berarti juga meminta, memohon kepada si fulan, meminta pada orang lain untuk memberikan syafaat dengannya dengan suatu permintaan, meminta pertolongan dengan syafaat, orang yang meminta syafaat disebut syāfī, sedangkan yang menerima syafaat disebut musyāfa’ dengan kasroh mim, orang yang diterima syafa’atnya dinamakann musyāfa’a dengan fathah min, syafa’at juga berarti sebuah do’a. Dalam kitab At-Ta’rifat tercantum:
هي السؤال في التجاوز عن الذنوب من الذي وقع الجناية في حقه.
“Suatu permintaan dari seorang makhluk yang pernah melakukan suatu kejahatan, supaya dibebaskan dari segala dosa yang pernah dilakukannya.”
Selain itu, dalam kitab Lisan Al-‘Arab dijelaskan:
والشَّفاعةُ كلام الشَّفِيعِ لِلْمَلِكِ في حاجة يسأَلُها لغيره.
“Syafaat merupakan permintaan izin kepada sang Raja dari seseorang, untuk memberi pertolongan kepada orang lain.”
Tentunya orang yang meminta izin tersebut adalah orang yang memiliki hubungan dekat, bahkan orang yang sudah dicintai oleh sang Raja.
Secara terminologi syafaat adalah meminta bantuan kepada orang lain. Jika apa yang diharapkan seseorang terdapat pada pihak lain, yang ditakuti atau disegani, maka ia dapat menuju kepadanya dengan mengedepankan dirinya dengan orang lain menghadap yang dituju itu untuk bersama-sama memohon yang ditakuti dan disegani itu. Orang yang dituju itulah yang mengaju permohonan. Dia menjadi penghubung untuk meraih apa yang diharapkan itu.
Syafa’at juga berarti sebagai doa, memohon dihapuskan dosa dan kesalahan seseorang. Syafaat nabi pada hakikatnya adalah doa dan munajat beliau pada Allah Swt, karena kedekatan dan kedudukan beliau yang mulia di sisi Allah. Maka Tuhan akan mengabulkan doa tersebut meliputkan kasih sayang-Nya kepada orang yang telah berbuat dosa, serta mengampuninya. Pada hakikatnya, syafaat terlahir karena kemuliaan dan kelembutan Allah SWT memberikan izin kepada segenap makhluk yang shaleh, dari malaikat, para rasul, dan orang-orang mukmin, untuk memberi pertolongan pada hari kiamat terhadap orang-orang mukmin yang melakukan maksiat.
Jumhur ulama telah bersepakat bahwa Rasulullah SAW adalah sang pemberi syafaat kelak di akhirat, seperti yang dikatakan oleh al Sya’rani dalam kitab Al-Mabhats Al-Sab’in yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama dan paling utama yang memberikan syafaat pada hari kiamat dan tidak ada seorang pun yang mendahuluinya. Ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi sebagai berikut :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:انا اول شافع و اول مشفع
“Aku adalah orag pertama yang memberi syafaat dan orang pertama yang memberi syafaat dan orang pertama diperkenankan memberi syafaat.”
Kemudian al Sya’rani juga mengutip perkataan Jalaluddin al-Syuyuti yang mengatakan bahwa “ pada hari kiamat Nabi SAW.mempunyai delapan jenis syafaat, tiga di antaranya diberikan kepada orang yang berhak masuk neraka agar tidak di Masukkan ke dalamnya.” Kesepakatan ini juga didasarkan pada firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut :
عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)
“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
Ayat di atas ditafsirkan dengan syafa’at, yakni kalimat maqaman mahmudan ( tempat yang terpuji ) itu ditafsiri dengan pengertian maqam syafaat. Dari situlah, umat islam sepakat bahwa syafaat merupakan salah satu prinsip islam karena telah disebutkan di al-Quran dan dijelaskan dalam sunnah nabawiyah yang salah satunya berbunyi :
قال النبى صلى الله عليه وسلم :ان شفاعتي يوم القيامة لاهل الكبائر من امتي
“Rasulullah bersabda: sesungguhnya syafaatku di hari kiyamat adalah untuk pelaku-pelaku dosa besar di antara umatku.”
Syafaat Nabi Muhammad SAW itu akan diberikan tidak semata mata murni dari diri Nabi SAW sendiri tetapi atas kehendak Allah. Nabi Muhammad SAW hanya sebagai pelaksana dari pemberian syafaat tersebut, oleh karenanya kita sebagai manusia biasa haruslah intropeksi diri dan selalu menjalankan perintah Allah dan menjahui laranganNya jika menginginkan mendapat syafaat kelak nantiya. Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan tentang macam-macam syafaat yang akan diberikan Rasulullah SAW kepada umatnya. Dalam kitab tersebut disebutkan enam macam syafaat, yaitu:
1. Memberi keamanan dari marabahaya kehancuran di hari kiamat.
2. Meringankan siksaan orang kafir, seperti syafaat nabi kepada pamannya Abdul Muthalib.
3. Memalingkan orang mukmin dari siksaan api neraka (sebelum masuk).
4. Menyelamatkan orang mukmin dari neraka (sesudah masuk).
5. Memasukkan orang mukmin ke dalam surga dengan tanpa hisab.
6. Mengangkat derajat orang-orang mukmin.
Dengan sekian banyak syafaat yang diberikan rasul pada umatnya, maka orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat dari rasul adalah orang yang tidak menyekutukan Allah swt dan beribadah dengan ikhlas. Sebagaimana sabda beliau:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، أَلاَّ يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلَ مِنْكَ ، لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَالِصَةً مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ.

“……sebahagia bahagia manusia yang akan menerima syafaatku di hari kiamat adalah orang yang mengatakan tiada Tuhan selai Allah secara ikhlas dari kalbu atu jiwanya.”

Karena Nabi Muhammad SAW itu memberikan beberapa syafaat yang berbeda beda tingkatannya. Imam Abu Hafsah Umar bin Ali al-Anshari membagi syafaat menjadi beberapa tingkatan :
1. Syafaatul Udhma atau syafaat terbesar. Syafaat ini diperlukan manusia ketika mereka berada di padang mahsyar.
2. Syafaat yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada suatu rombongan jamaah yang memasuki surga tanpa di hisab.
3. Syafaat yang diberikan kepada mereka yang seharusnya masuk neraka.
4. Syafaat yang akan diberikan kepada ahli neraka sehingga mereka dikeluarkan dari neraka.
5. Syafat yang akan diberikan untuk meningkatkan derajat manusia didalam surga.
6. Syafaat yang akan diberikan utuk meringankan siksaan terhadap orang yang di siksa di dalam neraka.
7. Syafaat yang akan diberikan untuk orang yang meninggal di madinah.

Itulah beberapa tingkatan orang yang akan mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW atas izin Allah, bahkan syafaat tersebut tidak hanya diberikan kepada ahli surga tetapi diberikan kepada ahli neraka juga. Oleh karena itu untuk memperoleh syafaat, hendaknya kita melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengikuti sunnah Rasul dan meneladani perilakunya.
2. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
3. Menegakkan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
4. Mencintai Nabi Muhammad SAW., sahabat dan keluarga beliau.

KESIMPULAN
Adanya doktrin-doktrin tersebut sebenarnya akan lebih menambah kualitas keimanan seseorang dan pribadi masing-masing. Dengan selalu ridha dan cinta pada Allah serta rasulnya. Dan sebagai muslim sejati hendaklah kita menjalankan perintah Allah dan menjahui segala larangan serta mengikuti jejak langkah Rasulullah Muhammad dengan terus menegakkan syiar islam, menjunjung tinggi kebenaran, berakhlak mulia maupun yang lain.
Bentuk lain kecintaan kita terhadap Rasulullah Muhammad adalah dengan memperbanyak membaca shalawat kepada nabi Muhammad karena banyak manfaat yang akan kita dapat jika kita sering mambaca shalawat tersebut, di antaranya adalah kita akan mendapat syafaat dari beliau kelak di hari kiamat.
Bentuk syafaat nabi Muhammad SAW yang diperuntukkan kepada umatnya adalah sebagai berikut:
1. Memberi keamanan dari marabahaya kehancuran di hari kiamat.
2. Meringankan siksaan orang kafir, seperti syafaat nabi kepada pamannya Abdul Muthalib.
3. Memalingkan orang mukmin dari siksaan api neraka (sebelum masuk).
4. Menyelamatkan orang mukmin dari neraka (sesudah masuk).
5. Memasukkan orang mukmin ke dalam surga dengan tanpa hisab.
6. Mengangkat derajat orang-orang mukmin.

Wallahu a’lamu bi Muradihi

DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Ahmad. Abyan al-Hawaij. Juz II-IV. Tp. 1261 H.
Al-Gifari,Abu. Remaja dan Cinta. (Bandung: Mujahid Press, 2007).
Muhyidin, Muhammad. Sejuta Keeajaiban Shalawat Nabi. (Yogyakarta: Diva Press, 2012 ).
Unais, Ibrahim. Dkk. Mu’jam al-Muhit. (Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H).
Al-Jurjany. At-Ta’rifat. CD Maktabah Syamilah.
Shihab, M. Quraish. Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat- ayat Tahlil. (Jakarta: Lentera Hati, 2001).
Subhani, Ja’far. Tentang Dibenarkannya Syafaat Dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992).
Hajar, Ibnu. Fathul Bari’. Al-Hirs ‘Ala Al-Hadis. (Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H).
Mubin, Nurul. Hmm,,Beginikah Rasanya 7 Malam Saja Di Surga. (Yogyakarta: Gerailmu, 2010).

Posted in Uncategorized | Leave a comment

filologi

Filologi Di Kawasan Timur Tengah

Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah memiliki pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza, Beirut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilannda perpecahan gerejani maka, para ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini naskah Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra di Mesopotamia pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu Sabean, suku yang tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.

Sebelum kedatangan agama Islam, Persia dan Arab memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah. Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang secara mistik, Islam juga  berkembang dengan maju di Persia pada abad ke-10 hingga abad ke-11. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8 hingga abad ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh bangsa Arab kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam, Hingga Bahasa Arab dipelajari sebagai alat untuk mempelajari naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa tersebut.. Abad ke-17 telaah teks klasik Arab dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan Oxford. Dan abad ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester de Sacy dengan nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah ahli orientalis Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy (bapak para Orientalis di Eropa).

Dalam perkembangan sejarahnya, puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani di kawasan Timur Tengah yaitu pada zaman dinasti Abasiyah. Pada masa kepemimpinan Makmun (809-833) perkembangan itu mencapai puncaknya. Di Istananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain yang mempelajari berbagai disiplin ilmu dan diberi fasilitas yang baik. Dikenal ada tiga penerjemah handal pada saat itu. Salah satunya adalah Hunain Bin Ishaq yang melakukan banyak hal dengan mendata naskah-naskah yang diterjemahkan maupun yang belum diterjemahkan, dan tempat penyimpanannya secara lengkap. Ia juga melakukan kritik teks (yaitu dengan memberikan kritik terhadap adanya teks yang korup dan penerjemahan yang kurang tepat) secara  tajam dengan jangkauan naskah sebanyak mungkin. Berkatnya dapat diketahui metode filologi yang digunakan pada saat itu. Kegiatan filologi juga diterapkan pada naskah-naskah yang dihasilkan penulis dari daerah tersebut.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment